JAKARTA (ANTARA) — Sebagai bentuk kepedulian terhadap dampak lingkungan, sejumlah pelaku industri antariksa melakukan “revolusi hijau”, mulai dari penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan hingga upaya mengatasi masalah sampah antariksa.
Dengan jumlah peluncuran per tahun, sektor industri antariksa menghasilkan emisi CO2 sebesar industri penerbangan di seluruh dunia. Pada Mei 2022, dua peneliti dari Universitas Nicosia, Siprus, yaitu Ioannis Kokkinakis dan Dimitris Drikakis, melakukan penelitian untuk mengukur potensi risiko kesehatan dan perubahan iklim akibat peluncuran roket.
Menurut laporan Tech Crunch Senin (14/8), penelitian mereka menemukan bahwa polusi dari peluncuran roket memiliki dampak kumulatif yang signifikan terhadap iklim dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Dalam penelitiannya, para peneliti menggunakan data dari peluncuran yang menggunakan bahan bakar standar RP-1. RP-1 atau Rocket Propellant-1/Refined Petroleum – propelan roket umum yang telah digunakan selama beberapa dekade.
Namun, satu kali peluncuran roket yang menggunakan bahan bakar RP-1 dapat menghasilkan beberapa ton CO2 dan yang disebut partikel jelaga. jelaga (Jelaga). Kabar baiknya, salah satu startup yang menyediakan layanan peluncuran roket bernama Orbex telah memutuskan untuk menggunakan propana sebagai bahan bakar roketnya.
Propana memiliki proses pembakaran yang tidak meninggalkan jelaga di atmosfer dan memiliki jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan RP-1.
Penelitian lain dari University of Exeter menunjukkan bahwa roket “peluncur mikro“Dengan menggunakan propana bahan bakar terbarukan, biopropana, emisi CO2 dapat dikurangi hingga 96 persen dibandingkan dengan roket berukuran serupa.
Sebuah spaceport sedang dibangun di Skotlandia, yaitu Sutherland Spaceport. Tujuan dari pengembang fasilitas tersebut adalah menjadikannya pelabuhan antariksa bebas karbon baik dalam pengembangan maupun pengoperasiannya.
Badan Antariksa Eropa juga telah mulai menerapkan langkah-langkah berkelanjutan untuk lingkungan, meluncurkan studi berjudul Peluncuran Ultra Hijau dan Sistem Transportasi Luar Angkasa. Kajian tersebut mencoba mencari solusi jangka panjang yang akan diterapkan pada tahun 2030 hingga 2050.
Di bawah kepemimpinannya, Badan Antariksa Eropa juga berusaha mencari solusi untuk menangani jutaan puing luar angkasa yang menumpuk di orbit Bumi.
Baca Juga: Astronot Jepang Menjadi Awak Stasiun Luar Angkasa Pimpinan AS
Baca Juga: William Shatner Disebut sebagai Penjelajah Luar Angkasa Tertua di Dunia
Penerjemah: Farhan Arda Nugraha
Penerbit : Natisha Andarningtyas
HAK CIPTA © ANTARA 2023